Minggu, 16 September 2012

Pemerintah Cina Larang Muslim Uighur Puasa


Cina, mungkin satu-satunya negara di dunia yang melarang umat Islam untuk menjalankan ibadah selama bulan Ramadan dengan alasan menganggu stabilitas keamanan. Melakukan ibadah puasa berarti melakukan tindakan subversif. Pihak berwenang Cina di Provinsi Xinjiang melarang warganya yang muslim untuk menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Kebijakan itu diterapkan pemeritah setempat kepada pejabat dan siswa muslim di Xinjiang. Larangan tersebut dikeluarkan melalaui situs milik pemerintah setempat.

 Sebagaimana dilansir Al Jazeera dari situs pemerintah lokal, Kamis (2/8/2012), pemerintah setempat beralasan kebijakan itu ditetapkan untuk menjaga stabilitas sosial Cina selama Ramadan. Dalam pernyataan itu disebutkan, "Kader partai komunis, pejabat sipil (termasuk mereka yang sudah pensiun) dan siswa dilarang berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan Ramadan."
Pemerintah juga mendesak para pemimpin partai untuk memberikan hadiah berupa makanan yang dibagikan kepada pemimpin desa di Provinsi Xinjiang. Melalui kebijakan ini pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat muslim tidak menjalankan ibadah puasa. Pemerintah daerah di Xinjiang juga mendesak pihak sekolah untuk melarang siswa mengunjungi masjid kala Ramadan. Kisah tragis soal puasa di Xinjiang memang dihadapi siswa di semua tingkatan. Tahun lalu, para dosen di sebuah kampus ilmu pendidikan di Kota Kashgar memaksa mahasiswanya makan siang saat Ramadan.
Kebijakan tak masuk akal lainnya dibebankan kepada para pemilik restoran. Untuk memaksa warga Uighur santap siang pada hari Ramadan, Partai Komunis di kawasan Xinjiang memaksa semua restoran tetap buka. Jika ketahuan tutup, pemilik restoran akan didenda hingga US$ 780. Akibatnya, seluruh restoran terpaksa tetap buka pada hari Ramadan meski tak ada pelanggan yang datang. “Mereka tak ingin mendapat masalah,” ucap seorang dokter muda yang menolak disebut namanya. Sebuah kompromi pun dilakukan di salah satu restoran.
 “Kokinya memasak satu menu meski ia tak mencicipi saat membuatnya,” ujar sang dokter. Kebijakan saat Ramadan di Xinjiang terasa semakin menyesakkan setiap tahun. ”Ini sudah berlangsung sejak 1993, dan terus memburuk,” tutur Tursun Ghupur, penduduk Kashgar yang kini menetap di Beijing. “Warga biasa memang masih bisa menikmati ibadah puasa saat Ramadan, tapi bagi pegawai negeri dan siswa, ini adalah neraka.”
Cina menggunakan cara-cara administratif untuk melarang masyarakat muslim menjalankan puasa. World Uyghur Congress, sebuah kelompok hak asasi manusia mengingatkan pemerintah bahwa kebijakan seperti itu akan menimbulkan perlawanan lebih jauh dari masyarakat muslim. Provinsi Xinjiang sendiri merupakan daerah yang banyak dihuni penduduk Uighur (sekitar 9 juta jiwa), kaum minoritas muslim di Cina.
Xinjiang yang terletak di Barat Laut Cina adalah rumah bagi sembilan juta kaum muslim Uighur. Namun populasi penduduk muslim di Xinjiang semakin terdesak oleh kedatangan suku Han, etnis mayoritas Cina. Kondisi rawan konflik ini semakin diperparah oleh kebijakan pemerintahan Cina yang membatasi kebebasan beragama warga muslim Uighur. Konflik berdarah pun pecah pada Juli 2009. Warga Uighur dilaporkan menyerang warga Han di Kota Urumqi. Warga Han yang tak terima pun membalas. Akibat insiden ini, 200 warga tewas dan 1.700 lainnya terluka, sebagian besar korban berasal dari etnis Uighur.
 Juni lalu, polisi menyerbu sebuah madrasah yang mengajarkan Alquran di wilayah ini. Sebanyak 17 orang, 12 di antaranya anak-anak, terluka saat polisi menggunakan bom untuk mendobrak masuk. Muslim Uighur juga sering dituduh sebagai pemicu separatisme dan terorisme. Kemarin, diberitakan Reuters, sebanyak 20 orang etnis Uighur divonis penjara hingga 20 tahun atas tuduhan tersebut. Cina menuduh mereka adalah salah satu anggota separatis yang ingin mendirikan negara merdeka Turkistan Timur.
Para analis menilai kebijakan ini diambil karena Xinjiang merupakan aset yang sangat berharga. Posisinya yang strategis di Asia Tengah berpadu dengan kekayaan alam berupa minyak dan gas yang berlimpah. Walhasil, Cina yang dikuasai penduduk Han berupaya merebut kawasan ini. Jika pada 1940 jumlah penduduk Han hanya 5 persen, kini jumlah mereka mencapai 40 persen.


Baca Artikel Lainnya:

Tidak ada komentar: