Dinamika
perpolitikan Indonesia di era perang dingin kurun waktu 1953-1963 pernah
ditandai dengan aroma diplomasi cantik dan elegan, disertai dengan kebijakan
para pemimpin yang tidak mau didikte dan tunduk pada Amerika. Meski saat itu
negara Indonesia baru merdeka dalam hitungan belasan tahun, semangat
nasionalisme dan kecerdikan para pemimpinnya menjadikan negara Indonesia
disegani oleh Amerika, Uni Soviet dan negara-negara Sekutu.
Bagaimana tidak, di tengah perseteruan perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, Indonesia yang baru merdeka dalam hitungan belasan tahun, lewat kunjungan Soekarno ke Washington berhasil mendinginkan keadaan.
Di sisi lain, melalui semangat nasionalisme yang tinggi dan kecerdikan diplomasinya, pemerintah Indonesia lewat diplomasi cantik dan ciamik Soekarno juga berhasil mempermainkan Amerika dan Uni Soviet dalam kasus pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Bagaimana tidak, di tengah perseteruan perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, Indonesia yang baru merdeka dalam hitungan belasan tahun, lewat kunjungan Soekarno ke Washington berhasil mendinginkan keadaan.
Di sisi lain, melalui semangat nasionalisme yang tinggi dan kecerdikan diplomasinya, pemerintah Indonesia lewat diplomasi cantik dan ciamik Soekarno juga berhasil mempermainkan Amerika dan Uni Soviet dalam kasus pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Dengan
menggunakan kartu Uni soviet, Soekarno menerapkan kebijakan luar negeri dengan
metode gertak sambal, yaitu menakut-nakuti Amerika bahwa militer Uni Soviet
akan membantu Indonesia dan akan memorak-porandakan Belanda, negara sekutu abadi
Amerika, di tanah penjajahan Papua.
Berkat diplomasi
Bung Karno, Amerika tak berkutik, John F. Kennedy dengan sangat terpaksa
memerintahkan Belanda untuk hengkang dari dan tanah Irian Barat. Papua kemudian
bebas dari penjajahan dengan tanpa jatuh korban dan peperangan. Sebuah
permainan diplomasi cantik diperagakan oleh pemimpin Indonesia, dengan spirit
nasionalisme yang tinggi dan sikap pemerintahan yang independen.
Buku karya
Baskara Tulus Wardaya yang merupakan disertasi di Universitas Marquette,
Milwaukee, Wisconsin Amerika ini ingin menuturkan dinamika politik Indonesia di
masa perang dingin 1953-1963, serta model kepemimpinan pemerintahan Indonesia
yang anti terhadap hegemoni Amerika dan bagaimana kecerdikan Bung Karno
mengambil kebijakan-kebijakan luar negerinya.
Sebagaimana
dikisahkan oleh Baskara, landasan kepemimpinan Soekarno dibangun atas dasar
nasionalisme, Islam dan Marxisme. Nasionalisme yang tumbuh dalam dirinya telah
menanamkan rasa persatuan dan cinta tanah air sekaligus menjadikan dirinya
menjadi proklamator dan presiden pertama Indonesia, sementara ideologi Marxisme
yang dikembangkannya membuat dirinya memiliki hubungan dekat dengan Uni Soviet,
dan menanamkan jiwa anti hegemoni dan imperialisme Barat.
Bersama
pemerintahan Soekarno, kebijakan luar negeri Indonesia sangat disegani asing.
Salah satu kebijakan luar negeri yang indah dan luar biasa dalam dinamika
politik Indonesia di era pemerintahan Soekarno adalah peristiwa pembebasan
tanah Papua dari penjajahan Belanda.
Pada masa itu,
Soekarno memanfaatkan Uni Soviet yang saat itu sedang berseteru dengan Amerika,
pada saat bersamaan posisi negara Belanda menjadi bagian dari Sekutu bersama
Amerika dan Eropa. Soekarno melalui kekutan diplomasinya membujuk Uni Soviet
untuk membantu secara militer mengusir Belanda dari tanah Papua, dan keberhasilan
diplomasi Soekarno ini disampaikan ke pihak Amerika. Amerika yang saat itu
tidak tega melihat sekutu abadinya luluh lantak oleh militer Uni Soviet
memerintahkan Belanda untuk mundur dari pendudukannya di tanah Irian.
Proses diplomasi
yang membuat Amerika gigit jari tersebut berlangsung demikian, Subandrio wakil
perdana menteri yang pernah menjabat Duta Besar Moskow, diperintah olah
Soekarno untuk meminta bantuan militer kepada pemimpin Uni Soviet, Nikita
Khrushehev, agar mengusir Belanda dari tanah Papua. Keberhasilan Subandrio
melobi Nikita Khrushehev kemudian disampaikan oleh Soekarno kepada Howard P.
Jones, Duta Besar Amerika di Indonesia. Informasi tersebut membuat John F.
Kennedy yang saat itu sedang menjabat sebagai presiden Amerika kalang kabut, karena
Kennedy tidak mau melihat Belanda porak-poranda dan babak belur akibat
serangan militer Uni Soviet, memaksa belanda untuk kabur dan hengkang dari
tanah Papua. Tanah Papua pun bebas dari penjajahan Belanda dengan tanpa korban
dan biaya pengeluaran untuk militer, dan militer Uni Soviet pulang tanpa
menembakkan sebutir peluru pun karena Belanda sudah hengkang saat kapal perang
Uni Soviet sampai di perairan Indonesia.
Keberhasilan
Soekarno mempecundangi Amerika tidak hanya dalam kasus pembebasan tanah Irian,
pemerintahan di masa Soekarno juga berhasil menangkap basah penyusupan CIA di
Maluku pada tahun 1958, yang menyamar sebagai pilot, dan kemudian diadili
secara tertutup. Padahal Amerika saat itu mendanai pemberontakan pemerintahan
revolusioner Republik Indonesia dan perjuangan Semesta di Maluku.
Pencapaian
negara Indonesia di era Soekarno ini seakan menunjukkan bahwa negara Indonesia
pernah menjadi negara yang memiliki kekuatan diplomasi yang cantik, dengan jiwa
nasionalisme yang tinggi dan tidak pernah mau tunduk dan didikte oleh negara
super power Amerika. Salah satu bukti nyata lain adalah dinamika politik
Indonesia pada tahun 1948 ditandai dengan deklarasi politik bebas aktif,
melawan Malaysia pada tahun 1963, dan keluar dari keanggotaan PBB pada tahun
1965.
Lewat buku ini
rasanya Baskara ingin menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia beberapa puluh
tahun yang lalu pernah memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan dengan gagah
berani menentang hegemoni pihak asing. Sayangnya jiwa kepemimpinan ala Soekarno
ini tidak lagi kelihatan di masa sekarang, dan hanya tinggal kenangan.
Hal ini
dibuktikan bahwa praktis, pasca Presiden Soekarno, Indonesia berada dalam
cengkeraman asing (Amerika), pemerintahan Orde Baru berada di bawah kendali
Amerika, melalui lembaga-lembaga internasionalnya seperti IMF, Bank Dunia,
dan USAID. Orde Baru mewarisi kebijakan buruk dan berlanjut hingga sekarang, tak
heran jika Indonesia di masa Orde Baru pernah dijuluki sebagai negara gagal
atau failed state akibat strategi kebijakannya yang selalu tunduk pada Mafia
Berkeley dan Indonesia hanya menjadi negara kepanjangan tangan dari kepentingan
global Mafia Berkeley lewat “Konsensus Washington”.
Resensi : Buku “Indonesia Melawan Amerika” Karya Baskara T.
Wardaya
Baca Artikel Lainnya:
Nasional
Sejarah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar