Pemilu serentak bisa direalisasikan
untuk efisiensi proses demokrasi di Indonesia. Selain itu, perencanaan
pembangunan dan pelaksanaannya juga akan lebih sinkron. Namun, penataan pemilu
itu memerlukan pengorbanan dari kepala daerah di seluruh Indonesia yang mungkin
saja berkurang masa jabatannya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Ida Budhiati, Kamis (1/8) di Jakarta, mengatakan, “Pemilu serentak sangat
bermanfaat untuk penataan kelembagaan pemilu. Selain efisiensi anggaran,
partisipasi masyarakat juga akan meningkat. Penyelenggaraan pemilu pun lebih
konsentrasi pada agenda pendidikan pemilih serta pemutakhiran dan pemeliharaan
data pemilih tetap.”
Ida mencontohkan, KPU di daerah kerap
terhambat anggaran akibat kepala daerah ingin mencalonkan diri kembali atau
karena alasan daerah mengalami defisit anggaran. Pemilu serentak akan
mengurangi satu masalah terkait anggaran karena ditangani Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).
Untuk keberlanjutan tugas
penyelenggara pemilu dalam mengelola data pemilih dan pendidikan pemilih,
pemilu serentak memungkinkan KPU mendesain dan melaksanakan program secara masif.
Ketika jadwal pilkada berserakan, KPU sulit meminta KPU daerah mendukung
kebijakan melaksanakan program rutin dan kebijakan nasional.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Rabu (1/8) di Jakarta,
mengatakan, “Pemerintah akan mempertimbangkan usulan anggota DPR supaya pemilu
dilangsungkan serentak jika memang dibahas di DPR. Apabila disepakati, bisa
dimasukkan RUU Pemilihan Kepala Daerah dan kemudian disinkronkan dengan RUU
Pemilu Presiden.” Pemilu serentak, menurut Djokohermansyah, akan sangat
bermanfaat karena penggunaan anggaran dipastikan lebih efisien.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II
DPR, Ganjar Pranowo, menyarankan Pemilu 2014 menjadi uji coba merealisasikan
penggabungan pemilu nasional dan daerah secara serentak. Selama lima tahun
hanya terdapat dua pemilu. Pertama, pemilu legislatif untuk memilih anggota
DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota, dan anggota DPD. Kedua, pemilu
presiden yang dilaksanakan bersamaan dengan pemilu gubernur dan pemilu bupati/
wali kota.
Dalam mewujudkan suatu proses
demokrasi, untuk merealisasikan usulan pengadaan pemilu serentak ini jelas
tidak mudah. Di Indonesia, terdapat ratusan kepala daerah yang menduduki
jabatan sebagai gubernur, bupati, maupun walikota. Jika pemilu serentak
diberlakukan, apa mungkin para kepala daerah tersebut rela masa jabatannya
berkurang? Apalagi biaya yang mereka keluarkan untuk membeli demokrasi (baca:
menjadi kepala daerah) tentu tidak sedikit. Masa jabatan yang berkurang pasti
akan sangat merugikan bagi mereka, khususnya yang belum lama menjabat sebagai
kepala daerah.
Permasalahan selanjutnya adalah,
jadwal kampanye yang harus dibuat sesempurna mungkin. Masalahnya, jika ada calon
presiden akan berkampanye di suatu daerah, calon gubernur di daerah tersebut
juga akan melakukan hal yang sama, dan tidak lupa pula calon bupati/ wali kota
yang tak mau ketinggalan. Jika hal ini terjadi, sedikitnya akan ada tiga jadwal
kampanye di suatu darerah kabupaten/ kota dalam satu waktu. Walhasil, ada
kemungkinan pendukung salah satu calon presiden yang juga mendukung salah satu
calon kepala daerah, tidak bisa menghadiri kampanye salah satu jagoannya.
Mungkin ini bukanlah hal yang sulit, karena anggota KPU dan KPU daerah pasti
bisa bersinergi untuk membuat jadwal kampanye yang sempurna. Pertanyaannya,
apakah anggota KPU bisa bekerja sama dengan baik untuk menghindari sekaligus
memecahkan masalah yang mungkin timbul tanpa merugikan salah satu calon
presiden/ kepala daerah atau pemilih itu sendiri?
Setiap masalah dari suatu upaya
perbaikan tentu saja ada solusinya. Mudah-mudahan saja anggota DPR yang
terhormat, KPU, dan pemeritah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, bisa
menyususun undang-undang yang baik sebagai acuan sistem pemilihan umum serentak
tersebut. Sekaligus dapat mengawasi dan menerapkannya dengan benar, agar tidak
ada celah yang memungkinkan oknum tertentu dapat melakukan praktik Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Masalah terbesar yang dihadapi adalah
berkurangnya masa jabatan kepala daerah, solusi yang diberikan belum tentu
dianggap solusi yang tepat bagi sebagian kepala daerah. Karena jabatan kepala
daerah bukan lagi sekadar memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada setiap
warga negara untuk membangun daerahnya tercinta, tetapi tidak sedikit pula
oknum kepala daerah yang memiliki niat terselubung. Pengadaan simulasi dan
perubahan sistem pemilukada secara bertahap mungkin bisa menyelesaikan
permasalahan tersebut. Rencananya pemilu serentak ini akan dilakukan pada pemilu 2019, kita tunggu saja hasilnya dan semoga hal tersebut memberikan angin segar bagi perkembangan politik di Indonesia.
Baca Artikel Lainnya:
Nasional
Info
- Info Seputar Air Zam-Zam
- Sekilas Tentang Google Drive
- Cara Berhenti Berpikir Negatif
- Trik Matematika: Menebak Tanggal Lahir
- Chatting Menggunakan Yahoo! Messenger
- Panduan Cara Menulis Artikel di Blogspot
- Pemerintah Cina Larang Muslim Uighur Puasa
- Perbedaan Antara Penembak Jitu dengan Sniper
- Kota Pendidikan Terbaik Dunia Tahun 2012
- Mobil Dinas Dilarang Pakai BBM Bersubsidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar