Minggu, 26 Agustus 2012

Pemilu Serentak Lebih Efisien

Pemilu serentak bisa direalisasikan untuk efisiensi proses demokrasi di Indonesia. Selain itu, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya juga akan lebih sinkron. Namun, penataan pemilu itu memerlukan pengorbanan dari kepala daerah di seluruh Indonesia yang mungkin saja berkurang masa jabatannya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati, Kamis (1/8) di Jakarta, mengatakan, “Pemilu serentak sangat bermanfaat untuk penataan kelembagaan pemilu. Selain efisiensi anggaran, partisipasi masyarakat juga akan meningkat. Penyelenggaraan pemilu pun lebih konsentrasi pada agenda pendidikan pemilih serta pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih tetap.”
Ida mencontohkan, KPU di daerah kerap terhambat anggaran akibat kepala daerah ingin mencalonkan diri kembali atau karena alasan daerah mengalami defisit anggaran. Pemilu serentak akan mengurangi satu masalah terkait anggaran karena ditangani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Untuk keberlanjutan tugas penyelenggara pemilu dalam mengelola data pemilih dan pendidikan pemilih, pemilu serentak memungkinkan KPU mendesain dan melaksanakan program secara masif. Ketika jadwal pilkada berserakan, KPU sulit meminta KPU daerah mendukung kebijakan melaksanakan program rutin dan kebijakan nasional.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Rabu (1/8) di Jakarta, mengatakan, “Pemerintah akan mempertimbangkan usulan anggota DPR supaya pemilu dilangsungkan serentak jika memang dibahas di DPR. Apabila disepakati, bisa dimasukkan RUU Pemilihan Kepala Daerah dan kemudian disinkronkan dengan RUU Pemilu Presiden.” Pemilu serentak, menurut Djokohermansyah, akan sangat bermanfaat karena penggunaan anggaran dipastikan lebih efisien.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR, Ganjar Pranowo, menyarankan Pemilu 2014 menjadi uji coba merealisasikan penggabungan pemilu nasional dan daerah secara serentak. Selama lima tahun hanya terdapat dua pemilu. Pertama, pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/ kota, dan anggota DPD. Kedua, pemilu presiden yang dilaksanakan bersamaan dengan pemilu gubernur dan pemilu bupati/ wali kota.
Dalam mewujudkan suatu proses demokrasi, untuk merealisasikan usulan pengadaan pemilu serentak ini jelas tidak mudah. Di Indonesia, terdapat ratusan kepala daerah yang menduduki jabatan sebagai gubernur, bupati, maupun walikota. Jika pemilu serentak diberlakukan, apa mungkin para kepala daerah tersebut rela masa jabatannya berkurang? Apalagi biaya yang mereka keluarkan untuk membeli demokrasi (baca: menjadi kepala daerah) tentu tidak sedikit. Masa jabatan yang berkurang pasti akan sangat merugikan bagi mereka, khususnya yang belum lama menjabat sebagai kepala daerah.
Permasalahan selanjutnya adalah, jadwal kampanye yang harus dibuat sesempurna mungkin. Masalahnya, jika ada calon presiden akan berkampanye di suatu daerah, calon gubernur di daerah tersebut juga akan melakukan hal yang sama, dan tidak lupa pula calon bupati/ wali kota yang tak mau ketinggalan. Jika hal ini terjadi, sedikitnya akan ada tiga jadwal kampanye di suatu darerah kabupaten/ kota dalam satu waktu. Walhasil, ada kemungkinan pendukung salah satu calon presiden yang juga mendukung salah satu calon kepala daerah, tidak bisa menghadiri kampanye salah satu jagoannya. Mungkin ini bukanlah hal yang sulit, karena anggota KPU dan KPU daerah pasti bisa bersinergi untuk membuat jadwal kampanye yang sempurna. Pertanyaannya, apakah anggota KPU bisa bekerja sama dengan baik untuk menghindari sekaligus memecahkan masalah yang mungkin timbul tanpa merugikan salah satu calon presiden/ kepala daerah atau pemilih itu sendiri?
Setiap masalah dari suatu upaya perbaikan tentu saja ada solusinya. Mudah-mudahan saja anggota DPR yang terhormat, KPU, dan pemeritah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, bisa menyususun undang-undang yang baik sebagai acuan sistem pemilihan umum serentak tersebut. Sekaligus dapat mengawasi dan menerapkannya dengan benar, agar tidak ada celah yang memungkinkan oknum tertentu dapat melakukan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Masalah terbesar yang dihadapi adalah berkurangnya masa jabatan kepala daerah, solusi yang diberikan belum tentu dianggap solusi yang tepat bagi sebagian kepala daerah. Karena jabatan kepala daerah bukan lagi sekadar memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada setiap warga negara untuk membangun daerahnya tercinta, tetapi tidak sedikit pula oknum kepala daerah yang memiliki niat terselubung. Pengadaan simulasi dan perubahan sistem pemilukada secara bertahap mungkin bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Rencananya pemilu serentak ini akan dilakukan pada pemilu 2019, kita tunggu saja hasilnya dan semoga hal tersebut memberikan angin segar bagi perkembangan politik di Indonesia.

Sumber: Kompas

Baca Artikel Lainnya:

Tidak ada komentar: