Barr-Anderson.D.J dan kawan-kawan
pada pubikasinya di International Journal of Behavioral Nutrition and Physical
Activity tahun 2009, mengungkapkan bahwa menonton televisi dihubungkan dengan kualitas
pola makan yang buruk.
Analisa dilakukan terhadap 564 pelajar SMP dan 1366
pelajar SMU pada tahun 1998-1999 (Waktu 1) dan pendataan ulang (waktu 2) lima
tahun kemudian (tahun 2003-2004, pen). Responden dikelompokkan dalam 3
kelompok, yaitu penonton televisi terbatas (<2 jam /hari), penonton televisi
cukup (2-5 jam/hari), dan penonton televisi berat (>5 jam/hari).
Pada pelajar SMP yang
diklasifikasikan dalam kategori penonton televisi berat saat waktu 1, ditemukan
bahwa berkurangnya asupan buah dan meningkatnya konsumsi minuman manis setelah
lima tahun. Sedangkan pelajar SMU bila menonton televisi lebih dari lima jam
sehari setelah lima tahun mengurangi konsumsi buah, sayur, gandum utuh, dan
makanan kaya kalsium, akan tetapi meningkatkan konsumsi makanan gorengan,
makanan cepat saji, produk makanan ringan, dan minuman manis (produk-produk
yang umumnya diiklankan di televisi).
Pada kedua kelompok pelajar, makanan
dan minuman yang biasanya diiklankan di televisi antara lain makanan ringan,
minuman manis, dan makanan cepat saji. Makanan sehat seperti buah, sayur,
gandum utuh, dan makanan berlemak rendah jarang diiklankan ditelevisi.
Penayangan berulang pada pangan berkalori tinggi, makanan dengan nutrisi rendah
akan meningkatkan keinginan untuk mengonsumsi produk tersebut dan kemudian akan
meningkatkan pembelian dan konsumsi produk yang diiklankan. Remaja yang
menonton terlalu banyak televisi akan menjadi orang tua yang banyak menonton
televisi, dan akan terus diberi tayangan iklan makanan yang tidak sehat.
Meskipun remaja tahu bahwa banyak makanan yang diiklankan ditelevisi tidak
sehat, mereka mungkin memilih untuk mengabaikannya dan tidak menyadari
betul-betul akibatnya, karena pemeran yang mereka lihat mengiklankannya tidak
gemuk.
Dari analisa yang dilakukan di
Amerika Serikat ini dapat disimpulkan bahwa menonton televisi pada masa SMP dan
SMU diprediksi akan menghasilkan pola makan yang buruk lima tahun kemudian.
Masa remaja merupakan target utama iklan restoran cepat saji, makanan ringan, dan
minuman manis, yang akan memengaruhi pilihan makanan. Menonton televisi,
terutama saat SMU, akan memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pilihan
makanan dan menghasilkan kebiasaan makan yang buruk pada remaja.
Remaja merupakan periode perkembangan
yang kritis dimana orang mulai membuat keputusan independen untuk memilih
makanannya sendiri. Pada khususnya saat setelah SMU, mereka akan memiliki
tanggung jawab yang semakin besar untuk menyiapkan atau membeli makanannya
sendiri, dan potensial untuk menjadi kebiasaan makan jangka panjang saat
dewasa. Sehingga penting sekali untuk menjaga apa yang ditonton remaja.
Peran orang tua sangat dibutuhkan
untuk mengontrol perilaku kehidupan anak remaja. Peran yang dimaksud bukan
dalam arti mengambil alih kebebasan remaja, namun lebih ke pemberian kebebasan
yang bertanggung jawab dan dibarengi dengan pengawasan orang tua. Walaupun penelitian
ini dilakukan di Amerika Serikat, tetapi sebagai orang tua dan generasi remaja
yang peduli terhadap kesehatan remaja, hendaknya bisa mengambil pelajaran dari
penelitian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar